A.
Pengertian Psikologi Kerekayasaan atau
Ergonomi
Istilah Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergos (kerja)
dan Nomos
(hukum alam) dan dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia
dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan perancangan atau desain. Ergonomi secara khusus mempelajari
keterbatasan dan kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan
produk-produk buatannya. Ilmu ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia
memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, pada
saat berhadapan dengan lingkungan sistem kerja yang berupa perangkat keras atau
hardware (mesin, peralatan kerja) dan perangkat lunak atau software
(metode kerja, sistem).
Ergonomi dikenal juga dengan istilah Psikologi Kerekayasaan, kerekayasaan
faktor manusia, kerekayasaan manusia, biomekanika, psikoteknologi, psikologi
eksperimen terapan.
Ergonomi adalah satu ilmu yang peduli akan adanya keserasian manusia dan
pekerjaannya. Ilmu ini menempatkan manusia sebagai unsur pertama, terutama
kemampuan, kebolehan, dan batasannya. Ergonomi bertujuan membuat pekerjaan,
peralatan, informasi, dan lingkungan yang serasi satu sama lainnya. Metodenya
dengan menganalisis hubungan fisik antara manusia dengan fasilitas kerja.
Manfaat dan tujuan ilmu ini adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan pada saat
bekerja. Dengan demikian Egonomi berguna sebagai media pencegahan terhadap
kelelahan kerja sedini mungkin sebelum berakibat kronis dan fatal.
Peran ergonomi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu:
1.
Perancangan produk.
2.
Meningkatkan keselamatan dan higiene kerja.
3.
Meningkatkan produktivitas kerja.
Sasaran dari Ergonomi yaitu meningkatkan para pengguna agar dapat
mencapai prestasi kerja yang tinggi dalam kondisi yang nyaman, aman dan
tenteram. Mengapa Perlu Ergonomi ? Manusia adalah mahluk pekerja. Dengan
bekerja mereka akan menghasilkan suatu hasil kerja. Dalam melaksanakan
tugas-tugasnya itu manusia bisa saja memakai peralatan kerja dan berada dalam
lingkungan kerja tertentu. Peralatan kerja harus sesuai dengan manusia pemakai,
lingkungan kerjanya harus mendukung fungsi tubuh yang sedang bekerja. Hal
itulah yang dituju dalam pelaksanaan ergonomic di tempat kerja.
Ada beberapa bidang yang menjadi garapan ergonomi, yaitu:
1.
Kondisi lingkungan
Yaitu aspek lingkungan kerja sangat menentukan prestasi kerja manusia.
Lingkungan yang tidak kondusif untuk bekerja akan memberikan beban tambahan
bagi tubuh; pada hal tubuh sedang melaksanakan beban utama yaitu tugas yang
sedang dilaksanakan. Demikian juga lingkungan dingin, kelembaban relatif,
penipisan kadar oksigen, adanya zat pencemar dalam udara semuanya akan
mempengaruhi penampilan kerja manusia. Itulah yang menjadi fokus kajian
ergonomi. Penerangan tempat kerja, adanya kebisingan, lingkungan kimia, biologi
dan lingkungan sosial di tempat kerja berpengaruh terhadap prestasi dan
produktivitas kerja dan karyawan pun akan merasa kurang nyaman sehingga dapat
menimbulkan stress kerja dan membuat lebih banyak kesalahan.
2.
Kondisi waktu
Yaitu lama jam kerja per hari atau per minggu penting untuk dikaji untuk
mencegah adanya kelelahan berlebihan. Berapa jam per minggu seorang tenaga
kerja harus bekerja. Jika dibebankan dengan waktu yang lama maka efeknya adalah
pekerjaan terbengkalai dan emosi terkuras.
3.
Kondisi sosial
Termasuk di dalamnya bagaimana pekerja diorganisir dalam melaksanakan
tugas-tugasnya, interaksi sosial sesama pekerja, khususnya menghadapi teknologi
baru. Di samping itu pekerjaan yang dilaksanakan bila tidak sesuai dengan
kemampuan dan kapasitasnya akan menimbulkan stress psikologis dan problema
kesehatan. Karenanya kondisi sosial ini banyak seharusnya dimanfaatkan oleh
pimpinan tempat kerja untuk membina dan membangkitkan motivasi kerja, seperti
sistem penghargaan bagi yang berhasil dan hukuman bagi yang salah dan lalai
bekerja.
4.
Sikap kerja
Sikap kerja yang bertentangan dengan sikap alami tubuh akan menimbulkan
kelelahan dan cedera otot-otot. Dalam sikap yang tidak alamiah tersebut akan
banyak terjadi gerakan otot yang tidak seharusnya terjadi sehingga gerakan itu
akan boros energi. Hal itu akan menimbulkan strain dan cedera otot-otot.
5.
Interaksi manusia-mesin atau peralatan kerja
Tujuannya untuk menentukan keserasian antara manusia dengan mesin atau
peralatan kerjanya. Bagaimana manusia dapat mengontrol mesin-mesin melalui
display dan control. Ketidakserasian antara kedua faktor tersebut akan menimbulkan
dampak buruk terhadap kesehatan tubuh.
B.
Pengaruh
Kondisi Kerja dalam Perilaku Manusia
Kondisi kerja secara fisik, Rancangan kantor memberikan
pengaruh pada produktivitas. Masalah yang biasa dihadapi selain masalah
perparkiran, lokasi, ruang kantor, tampaknya perlu juga diperhatikan
faktor-faktor lingkungan spesifik seperti penerangan atau iluminasi, warna,
kebisingan dan musik.
1.
Iluminasi (penerangan)
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi ialah kadar (intensity)
cahaya, distribusi cahaya dan sinar yang menyilaukan. Pengaturan yang ideal
adalah jika cahaya dapat didistribusikan secara merata pada keseluruhan
lapangan visual. Memberikan cahaya penerangan pada suatu daerah kerja yang
lebih tinggi kadar cahayanya daripada daerah yang mengelilinginya akan
menimbulkan kelelahan mata setelah jangka waktu tertentu. Pada daerah yan
terang pupil mata mengecil. Kalau melihat sekeliling yang lebih gelap (hal yang
wajar dilakukan) pupil mata membesar. Kegiatan pupil mata ini yang menyebabkan
timbulnya kelelahan mata.
Sinar yang menyilaukan merupakan faktor yang mengurangi efisiensi visual
dan meningkatkan ketegangan mata. Sinar dirasakan sebagai silau karena
intensitas cahaya melebihi dari intensitas cahaya yang biasa diterima oleh
mata. Sinar yang menyilaukan dapat ditimbulkan langsung oleh sumber cahayanya
atau oleh bidang-bidang yang memiliki pemantulan sinar yang tinggi.
Silau juga dapat
meningkatkan kesalahan dalam kerja rinci selama waktu 20 menit. Selain
ketegangan mata, silau juga dapat mengaburkan pandangan. Silau ditempat kerja
dapat diatasi dengan berbagai cara. Sumber cahaya yang sangat terang dapat
“ditutupi” dengan pelindung, atau diletakkan di luar bidang pandang pekerja.
Cara lain ialah dengan memberikan semacam kelep topi (visor) atau pelindung
mata (eyeshader).
2.
Warna
Erat kaitannya dengan iluminasi ialah penggunaan warna pada ruangan dan
peralatan kerja. Penggunaan warna dan kombinasi warna yang tepat dapat
meningkatkan produktivitas, menurunkan kecelakaan dan kesalahan dan
meningkatkan semangat kerja. Namun pandangan diatas tidak didukung oleh hasil
penelitian. Hal ini tidaklah berarti bahwa warna tidak mempunyai makna dalam
pekerjaan. Warna dapat digunakan sebagai:
a.
Alat sandi atau sebagai pencipta kontras warna.
Misalnya pada alat pemadan kebakaran yang berwarna marah.
b.
Upaya untuk menghindari timbulkanya ketegangan
mata. Pantulan cahaya dapat berbeda-beda tergantung dari warna yang digunakan.
c.
Alat untuk menciptakan ilusi tentang besar dan
suhu ruangan kerja.
Warna
|
Efek Jarak
|
Efek Suhu
|
Efek Psikis
|
Biru
|
Jauh
|
Sejuk
|
Menenangkan
|
Hijau
|
Jauh
|
Sangat sejuk
|
Sangat menenangkan sampai netral
|
Merah
|
Dekat
|
Panas
|
Sangat mengusik dan terkesiap
|
Orange
|
Sangat dekat
|
Sangat panas
|
Merangsang
|
Kuning
|
Dekat
|
Sangat panas
|
Merangsang
|
Coklat
|
Sangat dekat netral
|
Merangsang
|
Menenangkan
|
Lembayung
|
Sangat dekat sejuk
|
Agresif terkesiap
|
Melesukan
|
3.
Bising
Bising biasanya dianggap sebagai bunyi atau suara yang tidak diinginkan,
yang mengganggu, yang menjengkelkan. Namun batasan tersebut kurang memuaskan
karena tidak ada dasar yang jelas untuk menyatakan kapan suatu bunyi tidak
diinginkan.
Burrows dalam Mc Cormick berpendapat bahwa dalam rangka teori informasi,
maka bising ialah that auditory stimulus
or stimuli bearing no informational relationship to the presence or completion
of the immediate task. McCormick selanjutnya menggabungkan aspek bunyi yang
tidak diinginkan dengan batasan dari Burrows dengan mengatakan bahwa tampaknya
masuk nalar dengan mengatakan bahwa bunyi atau suara yang tidak diinginkan
ialah bunyi yang tidak memiliki hubungan informasi dengan tugas atau aktivitas
yang dilaksanakan.
Bising dalam lingkungan kerja membuat kita menjadi mudah marah, gelisah
dan tidak bisa tidur, bahkan dapat membuat kita menjadi tuna rungu. McCormick
membedakan antara tuna rungu syarat (nerve deafness) dan tuna rungu konduksi
(conduction deafness). Kehilangan pendengaran pada tuna rungu syaraf pada
umumnya terjadi karena frekuensi yang tinggi hingga besar daripada frekuensi
yang rendah. Pengurangan normal pendengaran pada proses menua biasa merupakan
tuna rungu syaraf. Hal tersebut juga terkait dengan akibat dari seringnya
individu secara intensif berada pada tingkat kebisingan yang tinggi. Tuna rungu
syaraf jarang dapat disembuhkan. Tidak demikian dengan tuna rungu konduksi yang
merupakan tuna rungu sementara.
Berikut ini akibat-akibat lain dari tingkat kebisingan yang tinggi:
a.
Timbulnya perubahan fisiologis
Penelitian menunjukkan
bahwa pada orang-orang yang mendengarkan bising pada tingkat 95-110 desibel,
terjadi penciutan dari pembuluh darah, perubahan detak jantung, dilatasi dari
pupil-pupil mata. Penyempitan dari pembuluh darah tetap berlangsung beberapa
waktu setelah tidak ada bising lagi dan mengubah persediaan darah untuk seluruh
tubuh. Satu paparan (exposure) yang bersinambungan terhadap bising yang keras
dapat meningkatkan tekanan darah dan dapat ikut mengakibatkan tekanan darah dan
dapat ikut mengakibatkan sakit jantung. Bising yang keras juga meningkatkan
ketegangan otot.
b.
Adanya dampak psikologi
Bising dapat mengganggu
kesejahteraan emosional. Mereka bekerja dalam lingkungan yang ekstrem bising
lebih agresif, penuh curiga dan cepat jengkel dibandingkan dengan mereka yang
bekerja dalam lingkungan yang sepi.
Bising yang konstan atau tetap berbeda pengaruhnya dengan bising yang
tidak tetap. Dengan situasi bising yang konstan atau kebisingan yang tidak
tetap namum teratur, kita dapat menyesuasikan diri. Misalnya orang yang tinggal
di dekat rel kereta api. Tetapi perlu diperhatikan bahwa penyesuaian hanya
berlangsung pada taraf sadar, sedangkan dampak fisiologis tetap berlangsung.
Meskipun pekerja tidak merasa secara sadar akan kebisingan, tetapi
pendengarannya menderita (secara mendadak mengetahui ketajaman pendengarannya
berkurang), pembuluh darah menyempit dan lebih banyak tenaga yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan dengan tempo kerja yang sama (sehingga marasa
sangat lelah dan lekas marah).
Ciri-ciri bising lain yang memiliki potensi mengganggu ialah kenalan
(familiarity), nada dan keharusan adanya bising pada pekerjaan. Bunyi yang
tidak dikenal lebih mengganggu dari pada bunyi-bunyi yang telah dikenal. Nada
yang sangat tinggi dan nada yang sangat rendah leibh mengganggu dan
menjengkelkan daripada nada-nada dari rentang tengah. Bunyi menjadi tidak
mengganggu jika merupakan bagian dari pekerjaan yang harus dilakukan.
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa
dalam kondisi kerja berpengaruh secara signifikan pada perilaku manusia (dalam
hal ini adalah para pekerja dalam organisasi atau perusahaan). Kondisi kerja
yang kondusif, aman, dan nyaman dapat membuat perilaku manusia sesuai apa yang
prioritaskan organisasi atau perusahaan. Dan hal ini berkontribusi terhadap
kemajuan organisasi atau perusahaan.
C.
Manfaat
Psikologi Kerekayasaan
Manfaat psikologi kerekayasaan dalam membuat kondisi kerja yang kondusif,
aman, dan nyaman merupakan salah satu manfaat yang terlihat
0 komentar :
Posting Komentar